PENGUASAAN DIRI

  • 03 Nov 2024
  • Fulfilling God's Purpose

“Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.” - Amsal 25:28

Penguasaan diri adalah tembok pertahanan orang percaya terhadap keinginan-keinginan berdosa. Definisi terbaiknya adalah menguasai keinginan-keinginan seseorang. D.G. Kehl menggambarkannya sebagai "kemampuan untuk menghindari hal-hal yang berlebihan, untuk tinggal dalam batas-batas yang pantas." Bethune menyebutnya "pengaturan yang sehat atas keinginan dan selera kita, mencegahnya jadi berlebihan. Ada suatu bentuk penguasaan diri yang berkata ya kepada apa yang harus kita lakukan dan juga berkata tidak kepada apa yang tidak boleh dilakukan. Penguasaan diri itu perlu, karena kita sedang berperang melawan keinginan-keinginan berdosa (1 Petrus 2:11; Efesus 4:22).

Penguasaan diri adalah ciri karakter hakiki orang saleh yang memampukan dia taat pada perkataan Tuhan Yesus, "Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku" (Lukas 9:23). Penerjemah New International Version memakai ungkapan self control untuk penguasaan diri, dan kata itu dipakai untuk menerjemahkan dua kata asli yang berbeda. Kata pertama, yang digunakan Paulus dalam daftar yang disebutnya buah Roh, utamanya merujuk kepada sikap tidak berlebihan atau kebersahajaan dalam memuaskan keinginan dan selera pribadi. Kata kedua yang diterjemahkan jadi self-control menunjukkan kewarasan pikiran atau pertimbangan sehat.

Anugerah penguasaan diri mempengaruhi begitu banyak aspek kehidupan kita, akan berguna kalau kita fokuskan telaah kita ini dalam tiga wilayah besar: tubuh, pikiran, dan emosi.

Muliakanlah Allah dengan tubuhmu. "Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya” (Kejadian 2:9). Allah menciptakan manusia untuk menikmati kesenangan inderawi, yakni hal-hal yang menyenangkan indera dan selera tubuh kita. Tetapi manusia dalam dosanya telah merusak segala berkat alami yang diberikan Allah. Karena keinginan kita telah rusak, hal-hal yang dimaksudkan Allah untuk kita gunakan dan nikmati jadi cenderung memperhamba kita. Penguasaan diri atas tubuh utamanya harus ditujukan kepada tiga wilayah pencobaan fisik: kerakusan (baik makan maupun minum), kemalasan, dan percabulan atau kecemaran. Kita perlu ingat bahwa saat makan minum kita melakukannya bagi kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31).

Bagaimana dengan kemalasan? Markus mencatat bahwa "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, la bangun dan pergi ke luar. la pergi ke tempat yang terpencil dan berdoa di sana" (1:35). Bahwa Yesus bangun untuk berdoa waktu hari masih gelap sudah cukup menjadi tantangan. Tetapi perhatikanlah apa yang terjadi malam sebelumnya (ayat 32-34). Tapi la tahu pentingnya waktu bersekutu dengan Bapa-Nya, dan la mendisiplin tubuh jasmani-Nya untuk melakukannya.

Mengekang emosi kita. Emosi yang perlu dikuasai mencakup amarah dan berang (yang disebut “watak panas”), kebencian, sikap mengasihani diri, dan kepahitan. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota" (Amsal 16:32). Emosi yang tak terkuasai seperti kebencian, kepahitan, dan sikap mengasihani diri bisa jadi lebih menghancurkan diri kita dan hubungan kita dengan Allah. Pertimbangan sehat adalah awal penguasaan diri, dan Alkitab benar benar penting dalam penerapannya. "Firman Allah akan menjaga Anda dari dosa, atau dosa akan menjaga Anda dari Firman Allah." Ini pertimbangan sehat yang bertumbuh dari perenungan Firman Allah dan yang memperingatkan kita ketika musuh berupa keinginan berdosa menyerbu benteng hati kita.