“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Matius 6:14-15
Pengampunan adalah salah satu tanda pertumbuhan rohani dan emosi yang erat kaitannya dengan hubungan kita kepada Allah, sesama dan diri sendiri. Dalam Lukas 6:37 dikatakan: “Ampunilah dan kamu akan diampuni.” Berkali-kali Ia menekankan hal ini, dalam apa yang kita sebut doa Tuhan, Ia mengatakan, “Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12). Beberapa ayat dijelaskan, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu" (ayat 14, 15).
Yesus mengharapkan kita bersedia mengampuni orang lain sama seperti Ia bersedia mengampuni kita. Apabila kita ingin menerima pengampunan tanpa memberi pengampunan, berarti kita meminta Tuhan untuk melanggar sifat moral-Nya sendiri. Apabila sukar bagi saudara melepaskan pengampunan maka kita terikat dengan kemarahan.
Langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk mendapat kesembuhan dari amarah dan bertumbuh melalui pengampunan?
- Hadapi rasa sakit dan luka hati yang dibuat orang lain terhadap kita. Pengampunan bukan berarti menghapus kesalahan tabiat seseorang, atau membenarkannya atau menghindari persoalannya, tapi hadapi langsung luka itu dan akui, "Hei, orang ini betul-betul menyakiti diriku."
- Kita harus menyadari bahwa marah itu lumrah. Terkadang kita akan sampai pada satu pemahaman bahwa kita butuh pengampunan ketika kita tanpa sadar masih menyimpan kemarahan dan ingin melakukan suatu pembalasan pada orang yang menyakiti kita. Tapi ijinkan Tuhan dengan cara dan waktu-Nya memulihkan hati kita.
- Kita perlu berhenti dan belajar menerima tanggungjawab atas kelakuan kita sendiri. Kita terbiasa memberikan reaksi yang bersifat otomatis setiap kali kita gagal melakukan sesuatu, misalnya: kita akan berkata kepada diri kita sendiri, "Seandainya ibuku memperlakukan aku secara berbeda, tentu aku tidak akan bersifat begini. Dengan menerima tanggung jawab tersebut maka kita tidak mudah menyalahkan orang lain.
- Kita melepaskan akibat-akibat dari pengampunan kita secara total. Sewaktu kita harus mengampuni seseorang, kita biasanya berkata, "Baik, Tuhan, saya akan mengampuni, tetapi saya mengerti bahwa bagian yang menjadi tugas-Mu adalah mengubah orang ini supaya sejak sekarang segalanya menjadi lebih baik di antara kami." Itu bukanlah pengampunan yang benar, karena seakan-akan kita sedang memegang erat sedikit kemarahan kita. Mulailah belajar melepaskan semua akibatnya kepada Tuhan. Apa pun yang akan terjadi di masa yang akan datang, saya serahkan kepada Tuhan.
- Kita perlu menyadari bahwa pengampunan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Kemarahan tak akan begitu saja hilang dalam sekejap. Kemarahan dapat kembali lagi. Seperti halnya dukacita, kemarahan dapat menyerang saudara bertahun-tahun setelah saudara mengira bahwa saudara telah melupakannya sama sekali. ltulah sebabnya mengapa penting untuk menyadari bahwa pengampunan merupakan satu proses yang berpusat pada kehendak