“Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.” 1 Samuel 18:8
Dalam bukunya Shoulder to Shoulder, Dr. Rodney L. Cooper mendefinisikan stres sebagai "Respons dari sistem saraf simpatik terhadap suatu ancaman, baik yang dirasakan sebagai persepsi atau yang aktual. Pada dasarnya stres merupakan cara badan kita merespons bahaya yang diperkirakan ada atau yang benar-benar nyata. Respon kita terhadap stresor atau penyebab stres tersebutlah yang membuatnya bermakna. Seperti yang terjadi pada Raja Saul setelah Daud membunuh Goliat. Saul, merasa bahwa Daud mengancam kedudukannya. la mengatasi kegusarannya dengan melemparkan tombaknya kepada Daud yang hampir saja tidak dapat mengelak. Pada saat itu Saul merespon bahaya yang ada di pikirannya sendiri, bukan bahaya yang betul- betul ada. Padahal Daud tidak akan mempergunakan popularitas barunya sebagai jalan untuk merebut kekuasaan Saul. Sayangnya, salah satu kelemahan Saul sebagai pemimpin adalah ketidakmampuannya secara konstruktif mengatasi perasaannya sendiri terhadap adanya bahaya. Kelemahan itu menggerogoti kesehatan mentalnya serta stabilitas kekuasaannya sebagai raja. Pertanyaan adalah “Bagaimana cara kita memanajemen stres?”
Pertama, pahami diri kita. Firman Allah menyebutkan bahwa kerja adalah sarana berekspresi dan memberikan rezeki yang memberi kepuasan, namun Alkitab juga menyatakan kerja dapat mendatangkan kesakitan dan ketidakbahagiaan. Pengkhotbah 2 menawarkan suatu posisi netral dimana kita diingatkan jangan memandang kerja terlalu serius sampai menjadi gila kerja dan sisi yang lain menganggap kerja sebagai usaha yang sia-sia. (Pkh 2:24). Pengkhotbah juga meratapi bahwa kerja itu tak ada artinya. Kerja tidak lain dari mengejar angin (Pkh 2:17), dengan menggabungkan potongan-potongan ini, kita melihat bahwa kunci manajemen stres adalah kepuasan yang realistis terhadap kerja.
Kedua, mengelola pikiran kita (Filipi 4:4-9). Ada dua jenis stres yang dikenal dalam literatur psikologi: eustress dan distress. Eustress adalah ketika stress yang kita alami membuat diri menjadi lebih tangguh, dewasa dan ahli dalam sesuatu. Berbeda dengan eustress, distress adalah stress negatif yang menyebabkan kita sedih dan merasa tidak berdaya. Distress membuat kita tidak bisa berfungsi seperti biasanya. Paulus mengajarkan empat prinsip melalui Filipi 4:4-9 ini.
Ketiga, Awasi tindakan kita (Mazmur 23:1-6). Raja Daud sering menghadapi tekanan yang begitu dahsyat, namun ia juga memberitahukan kalau ia menemukan kedamaian dan keamanan.