Dasar Koinonia (2)

  • 25 Feb 2018
  • Like Jesus

Minggu lalu kita belajar bahwa untuk dapat menjaga persekutuan dengan Allah bisa terjalin dengan baik, kita harus memahami dasar koinonia bersama dengan Allah, yaitu: Pertama, kita harus mengasihi-Nya dengan segala keberadaan kita dan kedua, kita harus tunduk pada kedaulatan kuasa-Nya. Dan hari ini kita akan kembali belajar dasar-dasar selanjutnya:

Ketiga, kita harus mengalami Allah secara pribadi dan nyata. Koinonia (persekutuan intim) dengan Allah berasal dari pengalaman pribadi kita dengan Dia. Tidak ada hal lain yang dapat menggantikannya. Kita tidak dapat bergantung pada pengalaman pribadi kita bersama dengan pasangan kita, orang tua, gembala ataupun sahabat kita. Koinonia akan terancam rusak ketika kita mengijinkan seseorang atau sesuatu mengubahkan kita menjadi pasif dalam hubungan kita dengan Allah. Oleh sebab itu kita harus terus-menerus berusaha mengalami perjumpaan dengan Allah agar tidak menjadi pasif. Jika tidak, maka kasih kita akan menjadi dingin. Jika sudah begini maka selanjutnya yang terjadi adalah ketidakpedulian terhadap Gereja-Nya, KerajaanNya dan dunia yang terhilang. Sekalipun program dan organisasi Greja dibuat untuk memajukan pertumbuhan Gereja, keduanya dapat membawa Gereja pada kedangkalan hubungan dengan Allah jika gereja tidak cermat. Program, rencana dan metode pada dasarnya adalah baik, namun tidak boleh menggantikan posisi Roh Kudus dalam membimbing Gereja. Ingatlah bahwa jika program dan rencana bukan menjadi alat namun menjadi tujuan akhir, maka koinonia sedang terancam rusak. Gereja sebenarnya tidak boleh terlalu focus pada angka saja. Namun Gereja harus lebih mempertimbangkan apakah ada hidup yang diubahkan? Apakah ada hati yang hancur dipulihkan dan mereka yang sakit disembuhkan? Apakah ada perjumpaan dengan Kristus dalam setiap ibadah? Jika tidak demikian maka ada sesuatu yang salah.

Dasar koinonia yang keempat, kita harus percaya sepenuhnya kepada Allah. Untuk dapat mengalami koinonia yang sejati dengan Allah, kita harus benar-benar bergantung kepada Allah agar Dia melakukan hal-hal yang menjadi specialisasi-Nya. Kita harus mempercayai Dia melakukan bagian-Nya. Kita harus percaya sepenuhnya hanya kepada-Nya. Jadi saat kita mulai menaruh kepercayaan kepada hal-hal lain selain kepada Allah tentunya itu akan merusak hubungan dengan-Nya. Seperti percaya kepada diri sendiri, orang lain, program dan metode, tipu daya, rasa bersalah atau tekanan batin juga dusta. Seperti  yang dikatakan Allah kepada bangsa Israel yang tidak mencari Allah dan mempercayai-Nya ketika sedang diperhadapkan kepada masalah, “Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan yang berkuda begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari Tuhan” (Yesaya 31:1). Ketika mereka tidak mencari Allah dan tidak mempercayai-Nya maka hubungan baik mereka dengan Allah menjadi rusak.

Biarlah kita akan terus belajar bagaimana kita sebagai orang percaya harus terus belajar hidup mencari Allah dan mempercayai Dia saja dalam segala situasi dan keadaan sehingga dengan demikian persekutuan kita dengan Allah akan terus terjaga dengan baik.