Dalam Perjanjian Lama, Allah seringkali berbicara kepada umat-Nya melalui Malaikat (Kejadian 16), Visi (Kejadian 15), Mimpi (Kejadian 28:10-19), melalui tindakan simbolis (Yeremia 18:1-10), bisikan lembut (I Raja-raja 19:12) atau juga melalui tanda-tanda mujizat (Keluaran 8:20-25). Dengan cara dan melalui apapun Allah berbicara di Perjanjian Lama bukanlah faktor penting, sebab fakta bahwa Allah berbicara adalah jauh lebih penting dari itu. Ketika Allah berbicara itu merupakan perjumpaan pribadi dengan-Nya. Perjumpaan pribadi ini akan menjadi pengalaman Ilahi dalam hadirat-Nya.
Perkataan Allah adalah pedoman kita. Pedoman itu selalu disampaikan di awal sekalipun tidak secara detail dengan tujuan agar kita menyesuaikan hidup kita. Selanjutnya yang harus kita lakukan adalah menunggu instruksi. Pada titik menunggu inilah kita diharapkan bergantung penuh kepada Tuhan, bukan kepada akal budi dan pengalaman kita. Ingat bahwa Allah berbicara dengan cara yang unik. Seringkali manusia terjebak melakukan apa yang mereka anggap baik dan menaruh semua beban di pihak Allah. Ketika terjadi kesalahan, mereka menyalahkan Tuhan. Ingatlah bahwa Tuhan kita tidak pernah salah. Kita manusialah yang seringkali salah memahami jalan Tuhan. Di dalam Yesaya 55:8 dikatakan bahwa, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
Syarat yang penting untuk mengerti dan mengalami Allah adalah dengan jelas mengerti kapan Dia sedang berbicara. Jadi jika kita tidak tahu kapan Allah sedang berbicara kepada kita, artinya kita sedang bermasalah dengan hati kita. Hati yang mulai jauh dari Tuhan. Tidak lagi menjalin hubungan yang intim dengan Tuhan. Mulai malas berdoa, malas baca Firman Tuhan atau malas ibadah dan melayani Tuhan. Atau mungkin ada dosa-dosa yang masih kita simpan dan mengikat hidup kita. Hal-hal seperti itu bisa merusak hati kita dan menjauhkan kita dari Tuhan. Jika kita terus membiarkannya maka akhirnya membuat hati kita tidak memiliki kepekaan lagi mendengar suara-Nya. Jika ini yang terjadi, kitalah yang rugi. Karena tanpa tahu kapan Allah berbicara kepada kita, maka kita tidak akan mengalami pengalaman-pengalaman pribadi dengan-Nya yang akan membawa kita untuk semakin mengenal-Nya dan menikmati berkat-berkat-Nya.
Bagaimana dengan hati kita saat ini? Masihkah kita memiliki kepekaan mendengar Dia berbicara kepada kita? Mintalah Tuhan menyucikan hati kita kembali dan ambilah komitmen kembali untuk menjaga dengan baik hubungan pribadi kita dengan-Nya, maka kita akan memiliki kepekaan untuk mendengar suara-Nya.