“Sebab aku ini rela bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus”. (Kisah Para Rasul 21 : 13b)
Pada suatu hari, satu panitia kebangunan rohani di satu kota yang terdiri dari pendeta-pendeta mengadakan rapat. Beberapa mengusulkan untuk mengundang D.L. Moody sebagai pembicara KKR se-kota tersebut. Akan tetapi, sesaat sebelum tercapai kesepakatan, seorang pendeta muda yang tidak menyukai Moody berdiri dan bertanya, “Mengapa harus Moody? Apakah dia mempunyai hak monopoli terhadap Allah?”
Rapat itu menjadi hening untuk jangka waktu yang cukup lama. Akhirnya, seorang hamba Tuhan yang sudah berusia lanjut dan dikenal sangat bijaksana angkat suara, “Tidak, dia tidak mempunyai hak monopoli terhadap Roh Kudus, tetapi Roh Kudus lah yang telah dizinkannya untuk mempunyai hak monopoli atas kehidupan D.L. Moody seutuhnya.” Tak seorang pun lagi yang berbicara menentang kesaksian hidup tersebut.
Paulus sebenarnya adalah profil yang muncul belakangan dalam Kisah Para Rasul, tetapi kemudian pelayanannya menjadi sedemikian berpengaruh dan dominan dalam pertumbuhkembangan gereja mula-mula. Mengapa Paulus? Apakah Paulus mempunyai hak monopoli atas Allah? Sama sekali tidak! Aklan tetapi, jelas sekali bahwa dia telah mengizinkan Kristus untuk memonopoli kehidupannya seutuhnya. Sebagaimana terungkap dalam ikrarnya, “Aku ini relah bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus” (ay 13).
Sejarah mencatat ada begitu banyak bentuk monopoli yang merusak tatanan dan ketentraman masyarakat. Sebaliknya, sejarah gereja justru mencatat bahwa orang-orang yang telah dipakai untuk menghadirkan dan mengembangkan Kerajaan Allah secara signifikan adalah orang-orang yang dimonopoli Allah.
Orang percaya harus menolak segala praktek monopoli ekonomi.
Orang percaya wajib memperjuangkan agar Allah mempunyai hak monopoli penuh atas kehidupannya.