Alkitab mendefinisikan Gereja sebagai perkumpulan orang percaya yang memiliki misi. Gereja bukanlah sebuah gedung secara fisik, seperti yang dipahami oleh sebagian orang pada umumnya. Kata gereja berasal dari kata Yunani Ekklesia yang berarti perkumpulan. Dari kata ek (out from and to) dan kaleo yaitu dipanggil (to call). Jadi, gereja adalah perkumpulan orang-orang yang dipanggil keluar untuk melakukan misi Allah.
Gereja sebagai komunitas tubuh Kristus berfungsi sebagai alat Allah untuk mengkomunikasikan karya keselamatan agung Yesus Kristus. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Dengan demikian, melalui ayat tersebut gereja terpanggil untuk melaksanakan amanat agung (great commission), dengan cara memuridkan, dan membaptis orang yang belum percaya.
Gereja bukan hanya mempunyai misi, tetapi seluruh kehidupan gereja itu adalah misi. Bisa dikatakan bahwa jati diri gereja adalah misi. Gereja itu baru benar-benar gereja, apabila gereja adalah gereja yang missioner. Jika tidak demikian, maka gereja hanyalah organisasi sosial.
Dalam pertumbuhan gereja, sering kali dipahami secara sempit yaitu hanya melihat jumlah yang makin meningkat dengan bertambahnya mereka yang dibaptis (kuantitas). Atau dalam arti lain, gereja akan dianggap hidup dan missioner jika jumlah anggotanya makin banyak. Pelaksanaan Amanat Agung akan dianggap sukses jikalau banyak orang yang menyerahkan diri kepada Kristus. Namun, pertumbuhan gereja tidak boleh dilihat hanya dalam arti pertambahan jumlah anggota, melainkan serentak dipahami sebagai proses pendewasaan hidup keimanan. Jelasnya, pertumbuhan gereja mencakup dua hal yaitu: peningkatan dan pendewasaan hidup keimanan warga gereja secara intensif (segi kualitas), dan pertambahan jumlah orang percaya dan perluasan jangkauan kesaksian (segi ekstensif dan kuantitas).
Gereja sebagai tubuh Kristus tidak terlepas dari Roh Kudus (Efesus 4:13-16), di mana Roh Kudus merupakan faktor utama di dalam pertumbuhan gereja. Roh Kudus memberikan kuasa kepada orang percaya untuk memberitakan Injil (Kis. 1:8), sehingga berdampak kepada pertumbuhan gereja secara kuantitas dan kualitas. Penulis mengamati bahwa gereja mula-mula di dalam Kisah Para Rasul mengalami kebangunan rohani. Dengan berintikan rasul, sebelum peristiwa Pentakosta jumlah mereka hanya 120 orang (Kis. 1:15). Lukas mencatat ada sekitar 3000 orang yang menerima kesaksian para rasul dalam peristiwa Pentakosta (Kis. 2:41), hampir setiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka yang diselamatkan (Kis. 2:47). Dan kemudian jumlah mereka meningkat menjadi 5000 orang (Kis 4:4). Fakta-fakta tersebut menunjukkan ledakan secara kuantitas yang menakjubkan. Bahkan hidup mereka juga baik dalam segi kualitas, hal tersebut bisa dilihat dari kehidupan mereka yang disukai semua orang (Kis. 2:47). Semua ini menyatakan bahwa firman Tuhan memberi dampak dalam kehidupan danmandat Ilahi Allah bagi gerejanya yaitu mandat pemberitaan Injil keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus mengalami kemajuan pesat.
Sepanjang fakta sejarah gereja, ada hubungan antara kebangunan rohani dengan pertumbuhan gereja. Pada abad kedua puluh, gerakan Pentakosta mengalami pertumbuhan dengan cepat. Gejala yang sama dengan peristiwa ledakan jumlah orang percaya didalam Kisah Para Rasul. Statistik yang diberikan oleh Barrett, Kurian dan Johnson mengungkapkan, kira-kira 9.450.000 penganut dari Pentakostalisme berada di sebagian besar Negara mayoritas Islam. “Jika diperhatikan dengan baik jelas terlihat dalam periode 1970-2000, terdapat kenaikan yang cukup signifikan (hampir 200%).” Seperti yang dikatakan oleh William P. Menzies dan Robert P. Menzies:“Pada abad ke 20 secara selayang pandang, pertumbuhan yang mengagumkan dari gerakan Pentakostal modern di seluruh dunia, pastilah tercatat sebagai salah satu fenomena religius yang paling menonjol pada abad itu. Pada tahun 1900, gereja Pentakostal belum ada. Pada akhir abad itu,kalau seseorang menyamakan gerakan karismatik dengan gerakan Pentakostal, gerakan koletif tersebut mencakup jumlah orang yang lebih besar daripada semua peserta gerakan reformasi, dan hanya dikalahkan jumlah oleh Gereja katolik di dalam lingkungan masyarakat Kristen.”Sebagai contoh denominasi Pentakosta yang pesat perkembangannya di dunia ialah Assemblies of God (AOG). Berdasarkan data yang ditunjukan oleh website resmi Assemblies of God, menuliskan “The Assemblies of God USA and Assemblies of God organizations around the world make up the world’s largest Pentacostal denomination with some 65 million members and adherents.” Data ini diperkuat dengan laporan World Assemblies of God Fellowship (WAGF) di Chnnai, India pada tahun 2011, bahwa pertumbuhan WAGF dunia memiliki anggota sebanyak lebih dari 65 juta orang, di 160 negara, dengan 344.092 pelayan injil, dan 320.000 gereja di seluruh dunia (Africa, Asia Pacific, Eurasia, Eropah, Amerika, Amerika Latin,Karibia dan Asia bagian utara).
Pendekatan narasi yang sederhana terhadap Kitab Kisah Para Rasul adalah salah satu kekuatan besar dalam gerakan Pentakosta. Gerakan Pentakosta menjadikan Kisah Para Rasul sebagai model di dalam kehidupan. Menyaksikan Yesus melakukan “tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat” pada masa kini ketika Dia membangun GerejaNya. Sebagaimana yang dikatakan Robert P. Menzis: “ Tafsiran orang Kristen Pentakosta sangat terang-terangan dan sederhana: kisah-kisah dalam Kisah Para Rasul adalah kisah saya – ditulis sebagai model untuk membentuk hidup dan pengalaman saya…saya percaya pendekatan narasi yang sederhana terhadap Kitab Kisah Para Rasul adalah salah satu kekuatan besar dalam gerakan Pentakosta. ”Semua orang percaya bertekun dalam pengajaran para rasul, persekutuan, berbagi makanan (termasuk Perjamuan Kudus) dan berdoa (Kis. 2:42-47). Menurut James Emery White, terdapat lima aktivitas yang menjadi fungsi gereja di dalam Kis. 2:42-47. Lima fungsi tersebut ialah: Persekutuan-Ibadah (ay. 46), pemuridan (ay. 42), pelayanan berdasarkan karunia (ay. 43-45), Penginjilan (47) dan penyembahan (ay. 47).
Selain faktor di atas, gereja-gereja Pentakosta yang bertumbuh juga tidak lepas dari faktor kepemimpinan gembaladan keahlian manajemenyang baik. Manajemen merupakan hal vital bagi sebuah gereja yang bertumbuh. Manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mendapatkan hasil-hasil yang diinginkan melalui penggunaan yang efektif dari sumber daya yang ada pada organisasi. Apabila gereja ingin bertumbuh, maka seorang pemimpin tidak dapat menjadi pemeran tunggal di dalam gereja, melainkan harus memberdayakan sumber daya yang ada. Sumber daya manajemen meliputi manusia dan benda atau barang. Secara rinci ada enam sumber daya manajemen yang dikenal dengan 6M yaitu: Man (manusia), money (uang), materials (bahan-bahan), machines (mesin-mesin), methods (metode atau cara-cara), dan Markets (pasar). Sebagaimana perintah Yitro kepada Musa di dalam keluaran 18: 13-21.Yitro memberikan saran kepada Musa untuk memiliki manajemen dalam kepemimpinannya dengan cara mencari orang-orang yang memiliki kriteria yang cakap dan takut akan Allah, dapat dipercaya dan yang benci kepada pengajaran suap untuk menjadi pemimpin sejumlah orang.
Melalui manajemen, pemimpin gereja dapat memahami kompleksitas organisasi. Pertumbuhan organik dicerminkan dalam perkembangan organisasi dan struktural gereja. Karena “sebelum gereja dapat menambah anggota dan pengikutnya, gereja harus mengembangkan dasar organisasi dan pelayanan (kepemimpinan).” Sebuah gereja harus secara efektif menyerap orang-orang baru ke dalam kehidupannya. Sementara jumlah anggota bertumbuh, maka organisasi harus bertumbuh. Banyak gereja berhenti bertumbuh secara jumlah pada titik tertentu karena mereka tidak mengembangkan kepemimpinan yang cakap dan cukup untuk melayani anggota-anggota baru. Semakin besar gereja maka semakin rumit struktur organisasinya. Seperti yang dikatakan oleh Ron Jenson & Jim Stevens:“Sebuah gereja dengan dua ribu anggota memiliki grafik organisasi yang tampak rumit dibandingkan dengan sebuah grafik untuk sebuah gereja dengan dua ratus anggota. Agar pertumbuhan berlanjut, sebuah gereja harus bersedia mengubah strukturnya.” Tetapi, jika perkembangan organisasi dan struktural diabaikan sementara fokus gereja pada kuantitas dan kualitas, pertumbuhan akan terbatas.
Apabila faktor-faktor di atas terpenuhi maka gereja Pentakosta, mengalami pertumbuhan, termasuk Gereja Sidang Jemaat Allah di Indonesia. Sebagai contoh: pada tahun 1921, di bawah pelayanan seorang misionaris bernama Johannes Gerhard Thiessen gereja di Bandung mengalami pertumbuhan;GSJA Batu Malang pada tahun 1995-2006 mengalami peningkatan kehadiran dalam ibadah sebesar ±300% (dari 67 orang ke 180 orang);GSJA “Maranatha” Malang pada tahun 1997-2016 mengalami peningkatan kehadiran dalam ibadah sebesar ±200%; GSJA Ebenhazer Ambengan, Surabaya pada tahun 1951-2016 mengalami peningkatan jumlah anggota dari ± 100jiwa menjadi ± 2857jiwa (tidak termasuk jumlah anggota yang ada di satelit yang dimilikinya).