Mazmur 131:1-3.
“Sindrom setelah ikut retreat” – tidak ada yang lebih buruk daripada hal itu. Anda mengikuti sebuah retret kelompok doa atau persekutuan. Anda bersenang-senang dengan teman-teman Anda dan Anda menghabiskan waktu yang indah bersama-sama dengan Tuhan. Ada musik yang keren, pemandangan yang indah, dan beberapa orang baik. Selama beberapa hari tersebut. Anda tertawa lebih banyak, menangis lebih banyak, melakukan lebih banyak hal, dan tidur lebih sedikit, jauh dari yang Anda pikir dapat dilakukan manusia. Anda kembali ke rumah dengan sangat kelelahan, dengan tenggorokan yang meradang, dan Anda kehilangan suara Anda. Hal tersebut merupakan suatu waktu pembaruan dan penyegaran kembali yang indah!. Namun terkadang kembalinya Anda ke dunia nyata, ‘Sindrom setelah ikut retret’ tersebut dapat menjadi amat menyakitkan, Anda harus kembali ke rumah – kembali ke ‘dunia nyata’ – pekerjaan yang sama, keluarga yang sama, atau mungkin keributan yang sama. Penulis Mazmur 131 pernah mengalaminya. Mazmur 131 dinyanyikan oleh orang-orang yang mengadakan ziarah menuju Yerusalem. Perjalanan ini menjadi sebuah retret rohani yagn besar dalam hidup seorang peziarah Yahudi. Semakin dekat seseorang peziarah ke kota Yerusalem, semakin menarik pula perjalanan itu. Pada akhirnya, ketika si peziarah mencapai Yerusalem, akan ada siang dan malam yang dipenuhi perayaan, persekutuan, dan penyembahan. Namun penulis Mazmur 131 cukup pintar untuk mengetahui bahwa bahkan retreat terbaik pun pasti akan berakhir. Cepat atau lambat, orang-orang akan kembali ke rumah mereka. Dan ia ingin memastikan bahwa ia tidak akan kecewa di akhir pengalaman ini. Ia memutuskan untuk tidak menjadikan sebuah tempat atau sebuah acara sebagai fokus dari iman, pengharapan, maupun sukacita. Iman dari si penulis mazmur ini pun bertumbuh dewasa lewat kebutuhan-kebutuhan akan hal-hal yang menakjubkan yang terus menerus. Ia menaruh hidupnya di dalam Tuhan.