Ayub (28:1)-(29:17);
Rindu masa lalu (29). Apabila hidup terasa sulit, memang normal untuk melihat kembali ke "masa lalu yang menyenangkan" dan ingin memutar kembali waktu. Namun, pendekatan seperti itu mementingkan diri sendiri (perhatikanlah berapa kali Ayub mengatakan "aku" dan "milikku") dan hanya menambah kepedihan Anda. Pendekatan tersebut membuat menikmati kebahagiaan lebih penting daripada mengalami kekudusan. Ayub menyebutkan beberapa berkat yang telah dinikmatinya dan beberapa pelayanan yang telah dilakukannya bagi orang-orang lain, dan semua itu seharusnya mempersiapkannya untuk menghadapi kesengsaraan dengan keyakinan penuh. Masa lampau harus lebih daripada sebuah memori: masa lampau harus menjadi pelayanan. Hari ini akan segera menjadi hari kemarin. Apakah Anda memakai hari ini untuk bertumbuh di dalam Tuhan sehingga Anda siap menghadapi hari esok? Apakah hidup merupakan suatu investasi atau hanya kenikmatan?