Miskin Di Hadapan Allah

  • 31 Aug 2014
  • Pelayanan & Penuaian

Pada dasarnya kebahagiaan adalah hak hakiki setiap orang.  Namun kalau kita mau jujur tidak semua orang mampu merasakan dan menikmati kebahagiaan di dalam dunia ini.  Ada banyak orang yang kaya, pintar, punya jabatan tetapi mereka tidak memiliki kebahagiaan yang sejati.  Sehingga apapun yang mereka usahakan untuk menciptakan kebahagiaan di dalam hidup mereka tetap tidak bisa.

Belajar dari Matius 5:1-12 tentang khotbah Tuhan Yesus di atas bukit, kita menemukan kata, “berbahagialah” yang sama artinya dengan kata “diberkatilah”.  Sebuah gambaran mengenai kondisi batin seorang percaya.  Bila melukiskan seseorang yang di dalam kehendak Allah, sesungguhnya yang dimaksudkan adalah orang yang “sudah selamat”.  Sama seperti dalam kitab Mazmur pasal 1 yang memberikan gambaran Perjanjian Lama mengenai orang yang berbahagia, yang menunjukkan sifat dasarnya melalui hal-hal yang ia lakukan.  Demikian pula ucapan bahagia ini terutama melukiskan ciri-ciri orang yang sudah dilahirkan kembali.

Jadi bahagia itu terjadi bukan oleh sebab orang itu berbuat atau memiliki hal-hal materi, namun bahagia itu terletak di dalam orang itu sendiri.  Karakter membentuk keadaan di dalam diri seseorang, dan itulah yang membuatnya bahagia.  Tuhan Yesus membentuk karakter dan membuat orang bahagia karena karakternya.  Sehingga oleh karena karakternya yang berubah, ia pun membuat sekelilingnya menjadi berubah juga.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jikalau kita ingin menerima berkat-berkat Kerajaan Allah.  Hidup kita harus dituntun oleh cara dan nilai Allah yang dinyatakan dalam Alkitab dan bukan oleh cara dan nilai dunia ini.  Syarat yang pertama seperti yang Tuhan Yesus sendiri katakan dalam khotbah-Nya di bukit, “Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Matius 5:3).  Kata” miskin” di dalam bahasa Yunaninya ditulis dengan menggunakan kata “ptokhos”, yang berarti mereka yang hidup dari meminta sedekah.  Kata “ptokhos” ini digunakan oleh Matius dalam makna spiritual yang ditujukan kepada mereka yang miskin rohani dan dengan kerendahan hati “meminta sedekah” agar Kerajaan Allah ada di dalam hati dan kehidupan mereka.  Kata “miskin dalam roh” diterjemahkan juga dengan  kata “rendah hati”.  Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan.  Mereka yang miskin di hadapan Allah adalah mereka yang dengan penuh kerendahan hati menyadari kemiskinan dirinya di dalam hal-hal rohani dan membiarkan Kristus memenuhi kebutuhan tersebut. 

Jika kita ingin hidup berbahagia di dalam Tuhan, dengan kerendahan hati kita harus menyadari bahwa kita miskin di hadapan Allah, yang berarti bahwa kita sangat membutuhkan Allah.  Jika kita sungguh membutuhkan Allah maka kita akan menjaga hubungan yang intim denganNya sebagai Sumber kekuatan kita dan hidup taat akan perintah-Nya.  Dan inilah yang membuat Allah memberikan Diri-Nya sendiri kepada kita.  Dan di mana ada Allah, di situ ada kerajaa-Nya, dan inilah yang membuat kita bahagia.  Puji Tuhan.