Banyak ragam cinta kasih yang ada di dunia ini. Namun kasih Allah itu sangat berbeda dengan kasih yang ada di dunia ini. Kasih-Nya kekal (Yeremia 31:3). Kita komunitas orang percaya sangat bersyukur karena telah mengalami kasih Yesus yang begitu nyata, seperti tertulis dalam Roma 5:8 yang mengatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”. Kasih Allah ini bekerja terlepas dari usaha dan jasa manusia. Dia mengasihi kita tidak berdasarkan apa yang kita lakukan atau bagaimana kita melakukannya. Allah mengasihi orang berdosa tanpa syarat atau “ketika kita masih berdosa”. Allah membuktikan kasih-Nya itu dengan mengorbankan Anak-Nya bagi kita. Kasih-Nya tidak bergantung pada siapa kita dan apa kita. Allah sangat mengasihi kita saat kita masih berdosa dengan mengirimkan Yesus lahir ke dunia dan mati di kayu salib untuk kita. “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya“ (I Yohanes 4:9). Ketika manusia masih memberontak kepada Allah, manusia hidup terpisah dari Allah dan itu mendatangkan hukuman kekal. Siapa yang mau peduli dan sanggup menolong manusia terbebas dari hukuman kekal itu? Meskipun untuk itu Dia harus mati, Yesus Kristus rela mencurahkan darah-Nya untuk menggantikan hukuman kekal yang harusnya kita tanggung. Yesus Kristus rela melakukan semuanya ini untuk membuktikan cinta kasih Allah kepada dunia yang jauh melampaui konsep keadilan manusia (Yohanes 3:16). Kasih yang Yesus kerjakan berbeda total dengan yang manusia dunia lakukan.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai komunitas orang percaya yang sudah mengalami kasih Yesus? Pertama, kita bisa melihat bahwa dikasihi Tuhan tidak berarti pasif, namun suatu hal yang aktif. Dalam Efesus 4:17-32, Paulus dengan gamblang memaparkan bahwa kita sebagai manusia baru yang sudah mengalami kasih Yesus harus hidup lebih memuliakan Allah daripada waktu kita masih menjadi seteru Allah (manusia lama). Kita harus menjadikan Tuhan yang utama dalam hidup kita. Kita mengijinkan seluruh hidup kita dikontrol dan dikuasai oleh kasih Allah, dengan cara menjaga hubungan kita tetap dekat dengan-Nya setiap hari dan hidup taat kepada Firman-Nya dan jangan berbuat dosa lagi (I Yohanes 3:9). Kedua, Setelah kita mengalami kasih Allah, kemudian kita dapat belajar untuk memberi kasih, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah” (I Yohanes 4:7). Kasih Allah memampukan kita untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya bahkan belajar mengasihi musuh kita sekalipun (Matius 5:44). Hanya jika kita mengasihi sesama yang kelihatan, barulah kita bisa mengasihi Allah yang tidak kelihatan. Karena jika seseorang mengatakan mengasihi Allah namun tanpa kasih kepada sesama adalah pendusta (I Yohanes 4:20).
Mari kita terus merenungkan kembali betapa besarnya kasih Allah yang telah kita alami. Kita harus menyadari bahwa seluruh hidup ini hanyalah karena kasih Allah saja. Dengan kesadaran bahwa kita dikasihi Allah dan kita tidak bisa hidup tanpa kasih-Nya maka hidup kita akan senantiasa diperbaharui dan dikuasai oleh kasih-Nya. Dan tiada sukacita yang lebih besar daripada mengetahui bahwa Allah mengasihi kita.