Alkitab mencatat bahwa Yesus pernah mengalami ketakutan ketika harus menghadapi kematian di kayu salib untuk menebus manusia dari dosa. Markus berkata, “Yesus merebahkan diri ke tanah” (Markus 14:35). Matius mengatakan, “Ia merasa sedih dan gentar… seperti mau mati rasanya” (Matius 26:37-38) dan Lukas juga mengatakan, “Yesus sangat ketakutan” (Lukas 22:44). Ketakutan adalah perasaan yang mendominasi Yesus pada waktu itu. Bahkan dalam ketakutan yang dihadapi-Nya, keringat Yesus keluar disertai darah. Menurut dokter, kondisi ini seperti hematidrosis, yaitu ketakutan yang luar biasa yang menyebabkan keluarnya zat kimia yang memecahkan kapiler di kelenjar keringat, sehingga keringat akan keluar disertai dengan darah. Ketakutan Yesus bukanlah ketakutan yang tidak disertai tindakan. Dalam menghadapi ketakutan yang dihadapi-Nya, yang Yesus lakukan adalah meminta kekuatan kepada Allah dengan suatu permintaan akan kekuatan, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambilah cawan ini dari pada-Ku”. Jadi prioritas utama Yesus pada waktu mengalami ketakutan saat di taman Getsemani adalah Dia datang kepada Bapa-Nya.
Kita semua juga pasti pernah mengalami ketakutan. Ketakutan adalah hal yang seringkali dihindari banyak orang, namun seringkali ketakutan itu datang secara tiba-tiba, sehingga kita tidak dapat menghindarinya. Lalu bagaimana seharusnya sikap yang harus kita ambil saat ketakutan itu melanda hidup kita? Ketika ketakutan mengelilingi kita, seharusnya kita mengarahkan pandangan kita kepada Yesus saja. Seperti Yesus pada waktu mengalami ketakutan yang luar biasa, Dia meminta kekuatan kepada Bapa-Nya. Sebagai manusia pada saat kita mengalami ketakutan adalah pandangan kita menjadi fokus kepada ketakutan tersebut sehingga kita semakin merasa tertekan. Seharusnya kita mengambil langkah seperti Yesus bukan fokus kepada ketakutan yang kita hadapi akan tetapi fokus kepada bagaimana jalan keluarnya, yaitu datang kepada Allah. Sebab datang kepada Allah adalah pilihan terbaik untuk mendapatkan kelepasan dari rasa takut.
Sebagai orang percaya jangan pernah kita merasa sendirian ketika mengalami ketakutan, jangan merasa tidak ada seorangpun yang memperdulikan kita. Ingatlah bahwa kita memiliki Tuhan Yesus. Kita seharusnya memepercayainya secara penuh bahwa Dia adalah Allah yang senantiasa ada bersama-sama dengan mereka yang mengalami ketakutan. Seperti halnya Raja Daud pada waktu mengalami bahaya dalam hidupnya. Dia mengatakan, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mazmur 23:4). Keyakinan Daud ini di dasari atas pengalaman hidupnya bagaimana Allah memberikan pertolongan pada waktu dia mengalami kesesakan (Mazmur 46:1-2). Kita harus terus meyakini keberadaan Allah yang tidak pernah meninggalkan kita. Kemampuan kita untuk menghadapi ketakutan terdapat di dalam Yesus. Ketika kita memfokuskan hati dan pikiran kita hanya kepada-Nya, percayalah ketakutan kita akan digantikannya menjadi ketenangan di tengah badai kehidupan yang menimbulkan ketakutan. Allah bagi kita adalah tempat perlindungan dan kekuatan. Dia menjadi Penolong dalam kesesakan yang sangat terbukti. Allah bersedia untuk menolong umat-Nya yang berseru kepada-Nya memohon pertolongan setiap kali menghadapi ketakutan. Kuasa-Nya sanggup menolong kita dalam segala situasi. Ia tidak pernah meninggalkan kita. Jadi kita tidak perlu takut.