Kelemahlembutan diterjemahkan dari kata Yunani “Prautes”. Dalam kata prautes terkandung makna rendah hati, patuh kepada kehendak Allah, tidak sombong untuk menerima teguran dan pengajaran serta dapat mengendalikan amarah. Dan apabila ia marah maka kemarahannya itu tidak untuk kepentingan sendiri atau kepuasan hatinya tetapi untuk kepentingan orang lain sehingga orang tersebut tetap terpelihara iman percayanya kepada Tuhan.
Seringkali sifat kelemahlembutan dipahami sebagai sifat yang lemah dan tidak tegas. Padahal bukan seperti itu maksud sebenarnya. Kelemahlembutan bukan berarti lemah. Tuhan Yesus sendiri berkata, “Aku lemah lembut dan rendah hati” (Matius 11:29). Dan Alkitab menyatakan bahwa Musa, “sangat lembut hatinya” (Bilangan 12:3). Tetapi tidak seorangpun mengatakan Yesus dan Musa itu lemah.
Mengapa Yesus mengatakan bahwa orang yang lemah lembut akan memiliki bumi (Matius 5:5)? Ini adalah bahasa kiasan untuk memperlihatkan bahwa di mana pun orang yang lemah lembut itu berada, kehadirannya diterima dan disambut baik oleh semua orang. Sebab ia adalah orang yang berprinsip, tegas, rendah hati, mau menerima teguran dan nasehat serta rela membimbing orang lain ke jalan yang benar. Dalam Perjanjian Baru pengertian kelemahlembutan selalu ditempatkan sebagai suatu sikap untuk membimbing orang lain. Ini terlihat dalam 2 Timotius 2:25 yang mengatakan, “dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran”. Hal ini dikuatkan lagi dalam Galatia 6:1. Dengan demikian sikap lemah lembut bukanlah sifat yang lemah, melainkan sikap pribadi yang baik dan dewasa dalam iman. Sehingga dimanapun kehadiran orang seperti ini selalu menyenangkan orang lain serta dapat membimbing orang lain ke jalan yang benar di dalam Tuhan.
Yesus adalah contoh yang sempurna sebagi pribadi yang lemah lembut. Yesus yang adalah Allah sendiri tidak pernah menyombongkan Ke-Allahan-Nya (Filipi 2:1-11). Ia datang dengan penuh kelemahlembutan dan kerendahan hati (Matius 11:29). Dan peristiwa pada saat Yesus membersihkan Bait Allah dari para pedagang memperlihatkan kelemahlembutan-Nya. Kemarahan-Nya tidak untuk kepuasan diri sendiri atau untuk memamerkan keberanian-Nya, tetapi kemarahan-Nya bertujuan mendidik orang banyak dan para murid-Nya bahwa setiap orang harus menghormati Allah dan menjaga kekudusan tempat ibadah.
Kelemahlembutan adalah sifat yang sangat penting kita miliki. Rasul Paulus mencantumkan kelemahlembutan dalam uraiannya tentang “Buah Roh” yang terdapat dalam Galatia 5:22-23. Mari kita minta pertolongan Roh Kudus agar kelemahlembutan seperti Yesus itu dapat kita hasilkan dalam hidup kita.