Dalam dunia ini ada banyak orang yang tidak menikmati hidupnya. Mereka hanya sekedar bertahan dalam menjalani hidupnya. Banyak orang berpikir bahwa mereka tidak dapat mengalami sukacita akibat banyaknya masalah yang terjadi. Bahkan mereka berpikir hidup mereka haruslah sempurna terlebih dahulu tanpa masalah baru bisa merasakan sukacita. Tidak ada kehidupan di dunia ini yang bebas dari masalah. Tidak akan pernah ada kesempurnaan di dunia ini. Jadi haruskah kita menjalani hidup tanpa sukacita? Atau menjalani hidup hanya sekedar berusaha melewatinya saja tanpa menikmati sukacita dari Tuhan? Bukankah ‘bersukacita’ adalah perintah Tuhan. “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah.” (Filipi 4:4). Bila kita praktekkan akan mendatangkan berkat dalam hidup kita (Mazmur 5:12; 16:11).
Sukacita bukanlah suatu keadaan tanpa persolan. Sukacita adalah sikap hati yang kita pilih, terlepas dari ada atau tidaknya persoalan yang kita hadapi. Kegembiraan atau kegirangan adalah terjemahan dari “happiness”. Happiness sangat tergantung dari happenings atau kejadian. Karena itu kegembiraan bersifat eksternal, sedangkan sukacita atau “joy” bersifat internal. Kegembiraan bersifat sementara karena dipengaruhi faktor-faktor yang membahagiakan terjadi di sekitar kita. Sementara sukacita itu bersifat konstan atau terus menerus.
Rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang menyedihkan, dipenjarakan di Roma karena Injil, bukan karena kejahatannya, dan sementara menunggu hukuman mati. Tentunya di penjara tidak ada kebebasan, dia berada dalam belenggu. Tetapi apa yang dikatakan Rasul Paulus? “Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita” (Filipi 1:18b). Bagaimana dengan kita komunitas orang percaya? Mungkin saat ini ada yang sedang menghadapi masalah kesehatan, keluarga, pekerjaan atau masalah keuangan. Terkadang kita dengan mudah menjadi kecil hati, kehilangan sukacita karena adanya masalah-masalah yang terjadi atau karena terlalu serius memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Rasul Paulus mengajarkan bahwa perspektif terhadap masalah jauh lebih penting daripada persoalan-persoalan itu sendiri. Perspektif adalah evaluasi atau penilaian yang benar terhadap keadaan yang terjadi. Kita sebagai anak-anak Tuhan harus memiliki perspektif yang benar. Roma 8:28 berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Tuhan selalu punya maksud dan tujuan baik dalam setiap persoalan kita. Asalkan kita tetap mengasihi-Nya dan hidup sesuai rencana-Nya. Seringkali kita yang tidak sabar menunggu maksud baik itu, sehingga menjadi putus asa dan kehilangan sukacita Tuhan.
Filipi 1:12 Paulus berkata, “Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil”. Sikap Rasul Paulus yang tetap bersukacita dalam Tuhan mempengaruhi sikap orang-orang percaya untuk tetap berani memberitakan Injil bagaimanapun situasinya. Kita harus percaya sepenuhnya bahwa Tuhan memegang kendali hidup kita. Kepercayaan seperti inilah yang mendatangkan sukacita bagaimanapun keadaan hidup kita. Tingkat kepercayaan kita kepada Tuhan memberi dampak terhadap cara bagaimana kita dapat melewati pencobaan hidup dengan sukacita. Mari kita menjaga hubungan kita selalu dekat dengan Tuhan, karena hanya dengan cara inilah kita akan tetap kuat dan tetap bersukacita menjalani kehidupan ini.